Sabtu, 19 September 2009

DAMPAK DARI KHITAN

Khitan menghilangkan bagian-bagian paling sensitif dari penis

Sebuah penelitian pada sensitivitas penis pria dewasa yang dikhitan dan yang tidak dikhitan menunjukkan bahwa penis yang tidak dikhitan secara signifikan lebih sensitif daripada yang dikhitan. Bagian paling sensitif dari penis yang dikhitan adalah bagian bekas luka khitan. Lima bagian pada penis yang belum dikhitan yang biasanya dihilangkan pada saat pengkhitanan ternyata secara signifikan lebih sensitif dibandingkan dengan bagian yang paling sensitif dari penis yang dikhitan.
Selain itu, kepala dari penis yang dikhitan kurang sensitif terhadap sentuhan lembut dibandingkan dengan bagian kepala penis yang tidak dikhitan. Ujung dari kulit penis adalah bagian yang paling sensitif dari penis yang dikhitan. Khitan menghilangkan bagian-bagian paling sensitif dari penis.
Penelitian ini menampilkan pengujian pertama yang dilakukan secara luas mengenai efek sentuhan ringan pada bagian permukaan penis orang dewasa. Instrumen-instrumen pengujian monofiliment telah disesuaikan dan juga telah digunakan untuk menguji sensitifitas alat kelamin wanita dewasa.

Sorrels, M.et al., “Fine-Touch Pressure Thresholds in the Adult Penis,” BJU International 99 (2007):864-869


Kebijakan mengenai khitan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor Psikologi masyarakat
Perdebatan mengenai perlu tidaknya khitan di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris umumnya terfokus pada faktor-faktor kesehatan yang potensial. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan dari oleh komisi-komisi dari organisasi-organisasi kesehatan nasional diharapkan berdasar pada bukti ilmiah; akan tetapi kesinambungan dari debat yang terus berlangsung ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor lain juga terlibat didalamnya. Beragam faktor potensial yang terkait dengan psikologi, sosiologi, agama dan budaya juga bisa menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan. Faktor-faktor ini bisa berdampak pada penilaian dan sikap dari para anggota komisi, proses penilaian pada dunia medis, serta dunia medis itu sendiri. Meskipun para profesional dibidang kesehatan sangat menjunjung tinggi rasionalitas, tetaplah sulit untuk melakukan sebuah penilaian yang rasional dan obyektif pada sebuah topik yang emosional sekaligus kontroversial seperti issue tentang khitan ini. Kompromi yang dilakukan antara faksi-faksi dalam komisi yang sudah terpolarisasi dapat mengetengahkan faktor-faktor tambahan yang terkait dengan psikologi massa. Kemungkinan-kemungkinan ini bersifai spekulatif adanya, dan tidak bersifat konklusif. Sebuah diskusi terbuka tentang faktor-faktor psikologi masa ini seyogyanya dilakukan sehingga kesimpangsiuran pendapat dari anggota komisi dapat diketahui.

Goldman, R., ”Circumcision Policy: Psychosocial Perspective,” Paediatric & Child Helath 9 (2004): 630-633


Khitan bukanlah Kebijakan Kesehatan yang tepat

Sebuah analisa penggunaan biaya, yang didasarkan pada data yang dikeluarkan oleh peneltian-penelitian yang berskala luas yang membandingkan antara anak laki-laki yang dikhitan sejak lahir dengan yang tidak dikhitan, dilakukan dengan menggunakan sebuah skala kualitas hidup, analisa Markov, kasus acuan standard, serta perspektif sosial. Bayi laki-laki yang langsung dikhitan ternyata menaikkan ongkos $828.42 tiap pasiennya dan menghasilkan ongkos tambahan 15.30 pertahun per 1000 bocah laki-laki. Kalau pun khitan itu bebas biaya, bebas dari rasa sakit, dan tidak ada dampak-dampak langsungnya, tetap saja biayanya lebih mahal daripada tidak dikhitan. Menggunakan analisa sensitifitas, tidaklah mungkin untuk membuat skenario bahwa pengkhitanan sejak lahir bisa secara efektif menghemat biaya. Pengkhitanan sejak lahir bukanlah kebijakan kesehatan yang tepat, dan dukungan bagi pengkhitanan sejak lahir untuk menjadi sebuah prosedur medis tidak bisa dibenarkan baik secara finansial maupun secara medis.
Van Howe, R., ”A Cost-Utility Analysis of Neonatal Circumcision,” Medical Decision Making 24 (2004):584-601


Khitan mengakibatkan kerugian signifikan pada jaringan erogenous
Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh British Journal of Urology (Disiplin ilmu tentang alat kelamin—pent) mengukur jenis dan jumlah jaringan yang hilang dari penis pria dewasa yang dikhitan dengan menguji kulit penis pria dewasa dengan metode otopsi. Para peneliti menemukan bahwa khitan menghilangkan sekitar satu setengah dari jaringan erogenous pada batang penis. Kulit penis, menurut penelitian tersebut, melindungi kepala penis dan terdiri bagian-bagian unik beberapa jenis syaraf khusus yang penting untuk kepekaan seksual yang optimal.

Taylor, J. Et al., ”The Prepuce: Specializes Mucosa of the Penis and Its Loss to Circumcision,” BJU 77 (1996):291-295.


Khitan berpengaruh pada perilaku seksual

Sebuah penelitian yang muncul dalam Jurnal Asosiasi Medis Amerika menemukan bahwa khitan tidak berpengaruh pada pencegahan penyakit dan pria yang dikhitan cenderung gemar melakukan beragam praktek seksual. Khususnya, pria yang dikhitan lebih cenderung untuk melakukan masturbasi dan melakukan oral sex dengan pasangannya dibandingkan dengan pria yang tidak dikhitan.

Laumann, E. Et al., ”Circumcision in the U.S.: Prevalence, Prophylactic Effects, and Sexual Practice,” JAMA 277 (1997): 1052-1057.


Para peneliti menjelaskan efek-efek traumatis dari khitan

Sebuah tim peneliti asal Kanada membeberkan bukti baru bahwa dapat berpengaruh secara traumatis dalam jangka panjang. Sebuah artikel yang terdapat dalam jurnal kesehatan internasional, The Lancet, melaporkan bahwa dampak dari bayi laki-laki yang dikhitan terhadap reaksi anak tersebut pada rasa sakit selama vaksinasi rutin berikutnya berlangsung. Peneliti melakukan pengujian pada 87 bayi yang berumur 4 atau 6 bulan. Para bayi laki-laki yang telah dikhitan tersebut lebih sensitif terhadap rasa sakit dari pada bayi yang tidak dikhitan. Perbedaan dari kedua kelompok tersebut tampak jelas terlihat dari ekspresi wajah, lama menangis dan penilaian terhadap rasa sakit.
Para penulis meyakini bahwa ”pengkhitanan pada waktu bayi baru lahir dapat menyebabkan perubahan-perubahan jangka panjang terhadap perilaku bayi dalam merespon rasa sakit disebabkan perubahan-perubahan pada proses pusat syaraf bayi terhadap stimulus rasa sakit.” Mereka juga menyebutkan bahwa ”konsekwensi-konsekwensi jangka panjang dari proses pembedahan tanpa anestesia akan cenderung menyebabkan stress traumatik lanjutan dan juga menyebabkan rasa sakit. Maka dari itu, kemungkinan bahwa respon terhadap vaksinasi yang lebih besar pada bayi-bayi yang dikhitan tanpa anestesia menunjukkan kecenderungan yang dapat dialami bayi terhadap gangguan stress traumatik lanjutan yang dipicu oleh pengalaman rasa sakit dan trauma serta pengalaman yang berulang terhadap rasa sakit yang serupa selama masa vaksinasi.”

Taddio, A. Et al., ”Effect of Neonatal Circumcision on Pain Response during Subsequent Routine Vaccination,” The Lancet 349 (1997):599-603.


Penelitian tentang khitan yang terhenti karena trauma

Para peneliti mendapati bahwa khitan begitu traumatik sehingga mereka mengakhiri penelitian lebih awal sehingga tidak menyebabkan lebih banyak bayi lagi yang menjalani operasi tanpa anestesi. Bayi-bayi yang dikhitan tanpa anestesi tersebut tidak hanya mengalami rasa sakit yang luar biasa mengalami peningkatan resiko sesak nafas. Penemuan-penemuan ini dipublikasikan oleh Jurnal asosiasi kesehatan Amerika. Sampai 96 % bayi di beberapa wilayah di Amerika Serikat tidak diberi anestesi selama proses pengkhitanan. Tidak adanya anestesi yang digunakan dalam khitan sekarang ini berdampak nyata selama bagian yang paling menyakitkan dalam proses tersebut.

Lander, J.et al., ”Comparison of Ring Block, Dorsal Penile Nerve Block, and Topical Anethesia for Neonatal Circumcision,” JAMA 278 (1997): 2157-2162.


Penis yang dikhitan membutuhkan perawatan lebih pada anak laki-laki

Penis yang dikhitan membutuhkan perhatian dan perawatan lebih dibandingkan penis yang tidak dikhitan selama tiga taun pertama masa kehidupan, menurut sebuah laporan dari British Journal of Urology. Penemuan-penemuan klinis dari seorang dokter anak asal Amerika menunjukkan bahwa anak laki-laki yang dikhitan memiliki kecenderungan lebih untuk mengalami kulit yang lengket, kemudian mengelupas, iritasi pada saluran kencing, dan radang pada kepala penis dari pada anak yang tidak dikhitan. Lebih lanjut, karena terdapat ragam masalah kesehatan yang luas pada anak-anak yang dikhitan, maka khitan untuk alasan-alasan kosmetik juga tidak dianjurkan.

Van Howe, R., ”Variability in Penile Appearance and Penile Findings: A Prospective Study,” BJU 80 (1997):776-782.


Polling yang dilakukan terhadap pria-pria yang dikhitan mengungkap adanya kerugian

Sebuah Polling yang dilakukan terhadap para pria yang dikhitan, yang diterbitkan oleh British Journal of Urology menunjukkan dampak-dampak yang merugikan kesehatan dan kualitas hidup para pria. Penemuan ini menunjukkan konsekwensi-konsekwensi yang luas secara fisik, seksual, serta secara psikologis. Beberapa responden melaporkan adanya dampak luka yang sangat jelas serta masalah kulit yang parah. Dampak seksualnya meliputi hilangnya sensitifitas secara signifikan serta masalah disfungsi seksual. Keguncangan emosional merupakan akibat langsung dari perasaan bahwa mereka telah kehilangan bagian yang penting dari penis mereka. Juga muncul dampak-dampak lain seperti, rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, kemarahan, keengganan untuk melakukan hubungan intim, serta depresi.

Hammond, T., ”A Preliminary Poll of Men Circumcised in Infancy or Chilhood,” BJU 83 (1999): SUPPL. 1:85-92


Dampak-dampak terhadap psikologi masyarakat dari penelitian tentang khitan

Sebuah artikel yang berjudul ”The Psychological Impact of Circumcision” menjelaskan bahwa khitan berdampak pada perubahan perilaku pada bayi dan dampak-dampak psikologis jangka panjang yang tidak dapat dikenali pada para pria dewasa. Arikel tersebut mengetengahkan kembali penelitian medis tentang respons bayi terhadap khitan dan menyimpulkan, ”terdapat bukti kuat bahwa khitan dapat menimbulkan rasa sakit dan dampak traumatis yang luar biasa.” Artikel tersebut menjelaskan bahwa para bayi menunjukan perubahan-perubahan perilaku paska khitan dan beberapa pria dewasa menunjukkan perasaan marah, malu, rasa tidak percaya diri serta kesedihan yang kuat. Lebih lanjut, khitan dijelaskan dapat merusak ikatan ibu dan bayi, dan beberapa ibu melaporkan adanya perasaan tertekan yang berat setelah mengijinkan anaknya dikhitan. Faktor-faktor psikologis lah yang menjadi alasan untuk mempertahankan khitan. Menurut sang penulis, ”tetap mempertahankan khitan membutuhkan usaha untuk meminimalkan atau menghilangkan kerugian dan mengeluarkan klaim-klaim medis yang dibuat-biuat mengenai perlindungan dari dampak buruk di masa yang akan datang. Penolakan yang sedang berlangsung membutuhkan penerimaan terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan kesalahfahaman terhadap fakta-fakta yang ada. Faktor-faktor psikologis berpengaruh pada para profesional, anggota kelompok-kelompok agama, dan para orang tua yang terlibat dalam praktek khitan ini.
Ekspresi dari para pria yang dikhitan biasanya kurang karena sebagian besar pria yang dikhitan tidak memahami apa khitan itu sebenarnya, tekanan-tekanan emosional menjauhkan mereka dari kesadaran akan yang sebenarnya, atau para pria ini sebenarnya sadar akan perasaan-perasaan ini namun belum siap untuk menerima kenyataan.

Goldman, R., ”The Psychological Impact of Circumcision,” BJU 83 (1999): SUPPL. 1:93-102


Dampak-dampak serius yang teruji secara klinis dari trauma khitan pada pria dewasa

Dengan menggunakan empat contoh kasus yang khas diantara klien-kliennya, seorang psikiatris menunjukkan penemuan-penemuan klinis terkait dengan permasalahan yang serius dan terkadang dampak ketidak berfungsian jangka panjang somatis, emosional, dan psikologis yang disebabkan oleh khitan pada saat baru lahir pada pria dewasa. Dampak-dampak ini serupa dengan gangguan kejiwaan lanjutan yang kompleks dan muncul selama proses psikoterapi difokuskan pada penyelesaian masalah trauma yang berkembang. Gejala-gejala pada pria dewasa yang dikaitkan dengan trauma khitan ini meliputi rasa malu, marah, takut, ketak-berdayaan, ketidak-percayaan, penghargaan terhadapp diri sendiri yang rendah, kesulitan dalam menjalin hubungan, dan keengganan dalam berhubungan seksual. Psikoterapi jangka panjang terkait dengan penyelesaian terhadap trauma awal ini tampaknya efektif untuk menyembuhkan dampak-dampak ini.

Rhinehart, J., ”Neonatal Circumsion revisited,” Transactional Analysis Journal 29 (1999): 215-221


Penjelasan mengenai fungsi serta anatomi kulit penutup kepala penis

Sebuah artikel baru menjelaskan kulit penutup kepala penis sebagai bagian alami dan tidak terpisahkan dari alat kelamin mamalia. Ia merupakan jaringan khusus, pelindung, serta peka terhadap rangsangan seksual. Sebuah penjelasan mengenai struktur jaringan syaraf yang komplek dari penis menunjukkan mengapa anestesia tidak bisa digunakan untuk menanggulangi rasa sakit secara sempurna saat pengkhitanan berlangsung. Memotong kulit penutup kepala penis merupakan penghilangan terhadap banyak reseptor-reseptor yang peka yang ada dipenis dan berakibat pada penebalan pada bagian luar jaringan. Fungsi dan anatomi kulit penutup kepala penis yang kompleks mensyaratkan khitan agar dihindari atau setidaknya ditunda sampai orang yang bersangkutan dapat membuat keputusan yang dapat dipertanggung-jawabkan sebagai orang dewasa.

Cold, C. and Taylor, J., ”The Prepuce,” BJU 83 (1999):SUPPL. 1 : 34-44.


Penjelasan mengenai fungsi serta anatomi kulit penutup kepala penis


Sebuah artikel baru menjelaskan kulit penutup kepala penis sebagai bagian alami dan tidak terpisahkan dari alat kelamin mamalia. Ia merupakan jaringan khusus, pelindung, serta peka terhadap rangsangan seksual. Sebuah penjelasan mengenai struktur jaringan syaraf yang komplek dari penis menunjukkan mengapa anestesia tidak bisa digunakan untuk menanggulangi rasa sakit secara sempurna saat pengkhitanan berlangsung. Memotong kulit penutup kepala penis merupakan penghilangan terhadap banyak reseptor-reseptor yang peka yang ada dipenis dan berakibat pada penebalan pada bagian luar jaringan. Fungsi dan anatomi kulit penutup kepala penis yang kompleks mensyaratkan khitan agar dihindari atau setidaknya ditunda sampai orang yang bersangkutan dapat membuat keputusan yang dapat dipertanggung-jawabkan sebagai orang dewasa.

Cold, C. and Taylor, J., ”The Prepuce,” BJU 83 (1999):SUPPL. 1 : 34-44.


Dampak- dampak khitan pada pria terhadap kenikmatan seksual yang dirasakan oleh wanita

Sebuah survey terhadap wanita yang pernah berhubungan seksual dengan pria yang dikhitan dan yang tidak dikhitan menunjukkan bahwa penis yang tidak dikhitan lebih dipilih dibandingkan dengan penis yang dikhitan. Tanpa kulit penutup kepala penis, hubungan seksual dengan penis yang dikhitan mengakibatkan ketidak-nyamanan pada wanita dari gesekan, lecet dan sekresi yang tidak alami. Para responden sepenuhnya sepakat bahwa mekanisme koitus berbeda antara dua kelompok pria ini. Pria yang tidak dikhitan cenderung dapat melakukan penetrasi dengan lebih lembut dengan stroke-stroke yang lebih pendek.

O’Hara, K. and O’ Hara, J., ”The Effect of Male Circumcision on the Sexual Enjoyment of the female Partener,” BJU 83 (1999): SUPPL. 1:79-84


Investigasi terhadap khitan pada pria dan dampak psiko-seksualnya


Pengkhitanan pada bayi laki-laki yang baru lahir terus berlanjut terlepas dari keraguan-keraguan yang terus berkembang tentang alasan medisnya. Khitan yang biasanya dilakukan tanpa analgesik maupun anastesi terbukti menimbulkan rasa sakit. Tampaknya pemotongan pada alat kelamin ini juga memiliki dampak-dampak fisik, seksual, maupun psikologis. Beberapa penelitian mengaitkan beberapa kasus khitan pada pria yang tidak direncanakan sebelumnya dengan perasaan-perasaan negatif dan bahkan gangguan jiwa traumatis lanjutan. Beberapa pria yang dikhitan telah menjelaskan apa yang mereka rasakan saat itu dengan bahasa kekerasan, keguncangan, mutilasi, dan kekerasan seksual. Mengingat resiko-resiko akut dan berjangka panjang dari khitan dan pertanggung-jawaban hukum yang mungkin akan muncul, inilah saatnya bagi para profesional di bidang kesehatan dan para ilmuwan untuk menguji kembali bukti-bukti dari issue ini dan mengambil bagian dalam debat tentang tepat tidaknya proses pembedahan ini dilakukan pada bayi yang belum bisa mengambil keputusan.

Boyle, G., Goldman, R., Svoboda, J.S., and Fernandez, E., ”Male Circumcision: Pain, Trauma, and Psychosexual Sequelae,” Journal of Helath Psychology 7 (2007): 329-343.

Survey-survey yang menunjukkan dampak-dampak merugikan dari khitan baik secara sexual maupun psikologis
Sebuah survey terhadap 35 wanita dan 42 gay yang merupakan partner sexual dari pria yang dikhitan dan yang tidak dikhitan, dan sebuah survey terpisah terhadap 53 pria yang dikhitan dan yang tidak dikhitan, dan sebuah survey terpisah terhadap 30 pria yang tidak dikhitan menunjukkan bahwa para pria yang dikhitan mengalami sensasi sexual yang berkurang secara signifikan bersama dengan dampak-dampak emosional jangka panjang.

Boyle, G. and Bensley, G., ”Adverse Sexual and Psychological Effects of Male Infant Circumcision,”. Psychological reports 88 (2001): 1105-1106

Kulit pelindung kepala penis mengurangi tekanan yang dibutuhkan sat penetrasi dan meningkatkan kenikmatan seksual


Masters dan Johnson meneliti bahwa kulit pelindung kepala penis membuka saat berhubungan seksual. Namun, mereka mengabaikan penelitian bahwa penetrasi dapat lebih mudah dengan itu. Untuk menguji penelitian ini sebuah penetrasi buatan dilakukan. Pengukuran yang berualang-ulang menunjukkan sepuluh kali pengurangan gaya gesek dengan penis yang tidak dikhitan dibandingkan dengan penis yang dikhitan. Karena kulit pelindung kepala penis berguna untuk mengurangi gaya gesek yang dibutuhkan, ia harus menutupi seluruh batang penis ketika penis berereksi.

Taves, D., ”The Intromission Function of the Foreskin,” Med Hypotheses 59 (2002): 180


Survey terhadap para pria yang dikhitan ketika sudah dewasa yang menunjukkan hasil campuran


Pria yang dikhitan ketika sudah dewasa disurvey untuk mengetahi fungsi ereksi, kepekaan seksual, aktivitas seksual dan kepuasan secara menyeluruh. Lebih dari 80% dari pria-pria ini di khitan untuk menyelesaikan masalah kesehatan. Rata-rata responsnya 44% diantara responden potensial. Rata-rata usia para responden saat dikhitan adalah 42 tahun dan 46 tahun saat disurvey. Khitan saat sudah dewasa tampak berakibat pada fungsi ereksi yang lebih buruk, berkurangnya kepekaan seksual, tak ada perubahan pada aktivitas seksual, dan tak ada peningkatan kepuasan. Dari jumlah tersebut, 50 % melaporkan adanya keuntungan sementara 38% merasa rugi. Secara keseluruhan 62% pria puas karena telah dikhitan. Catatan: Hasilnya bisa dipengaruhi oleh fakta bahwa tidak ada sampel dari pria sehat yang tidak dikhitan sebagai pembanding.

Fink, K., Carson, C., De Vellis, R., ”Adult Circumcision Outcomes Study: Effect on Erectile Function, Penile Sensivity, Sexual Activity and Satisfacton,” Jurol 167 (2002): 2113-2116.

Survey menemukan bahwa khitan mempunyai peran pada kekeringan vagina

Penelitian dilakukan terhadap dampak pada pengkhitanan pada pria pada kekeringan vagina saat koitus. Kami melakukan survey terhadap 35 wanita berusia antara 18 sampai 69 tahun yang pernah berhubungan seksual dengan pria yang dikhitan maupun yang tidak dikhitan. Para wanita ini melaporkan bahwa mereka memiliki kecenderungan lebih menngalami kekeringan vagina ketika berhubungan seksual dengan pria yang dikhitan dibandingkan dengan yang tidak dikhitan.

Bensley, G. and Boyle, G., ”Effects of Male Circumcision on Female Arousal and Orgasm,” N Z Med J116 (2003


Pengalaman-pengalaman tidak mengenakkan di masa awal kehidupan dapat menyebabkan perkembangan otak serta perilaku yang tidak normal

Perilaku yang merugikan diri dalam masyarakat saat ini telah memicu diadakannya sebuah pencarian faktor-faktor psiko-biologis yang mendasari penyakit dalam masyarakat ini. Otak bayi yang baru lahir rapuh terhadap pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan perkembangan otak dan perilaku yang tidak normal.Meskipun beberapa temuan telah mengaitkan komplikasi yang dialami bayi dengan perilaku abnormal saat dewasa, pemahaman kita tentang mekanisme yang mendasari fenomena ini masih belum lengkap. Model-mdel dari pengalaman sebelumnya, seperti rasa sakit berulang, sepsis maupun pemisahan induk dan bayi pada binatang pengerat dan pada spesies yang lain telah menjelaskan perubahan drastis pada otak orang dewasa terkait dengan jenis-jenis tingkah laku bergantung pada seberapa lama dan parah pengalaman tidak mengenakkan itu berlangsung. Mekanisme-mekanisme yang menyebabkan perubahan-perubahan pada bayi yang baru lahir tersebut masih belum terfahami dengan baik. Pemisahan induk dengan bayi, isolasi indera (dibawah pengaruh stimuli) dan penekanan pada rasa sakit secara berulang dapat menyebabkan perubahan pada perkembangan otak. (Khitan dijelaskan sebagai sebuah intervensi dengan dampak-dampak neurobehavorial jangka panjang) Perubahan-perubahan ini menghasilkan dua jenis perilaku yang dikenali dengan kegelisahan yang meningkat, kepekaan terhadap luka yang berubah, gangguan jiwa, hyperaktif/atau kecenderungan mencari perhatian yang tidak wajar, yang menyebabkan kemampuan sosial yang bermasalah serta perilaku merusak diri sendiri. Tujuan klinis dari mekanisme-mekanisme ini terletak pada pencegahan terhadap pengalaman-pengalaman tidak mengenakkan di masa awal kehidupan dan treatment yang efektif pada rasa sakit maupun tekanan yang di alami oleh bayi

Anand, K. and Scalzo, F., ”Can Adverse Neonatal Experiences Alter Brain Development and Subsequent Behavior? Biol Neonate 77 (2000): 69-82.

Diterjemahkan oleh Rahmad







Custom Search

Tidak ada komentar: